SLAWI, MAGELANGEKSPRES.DISWAY.ID - Bencana banjir di wilayah Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal selalu terjadi setiap musim hujan. Banjir itu berasal dari luapan saluran atau Kali Jembangan yang membentang di wilayah tersebut.
Untuk menangani banjir yang sudah terjadi sejak 10 tahun terakhir, Ketua DPRD Kabupaten Tegal Moch Faiq melakukan konsultasi ke Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Jateng).
Antara lain, ke Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air dan Penataan Ruang (Pusdataru), Bappeda dan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali-Juana, pada 29 - 31 Mei 2023 lalu.
Konsultasi itu, Ketua DPRD tidak sendiri, tapi juga bersama dengan Pimpinan Komisi III DPRD Kabupaten Tegal, Kepala DPUPR Kabupaten Tegal, Kabid Infrastruktur dan Kewilayahan Bappeda Litbang Kabupaten Tegal dan sejumlah kepala desa di Kecamatan Adiwerna yang wilayahnya terimbas banjir.
Dalam kesempatan itu, Moch Faiq menyampaikan bahwa sedikitnya 7 desa di wilayah Kecamatan Adiwerna kerap dilanda banjir setiap musim hujan.
Banjir terjadi sejak 10 tahun hingga sekarang. Ketinggian banjir bervariasi. Mulai dari semata kaki orang dewasa hingga dada orang dewasa. Sejauh ini, permasalahan banjir tersebut belum bisa teratasi.
"Kami sering menerima keluhan dari warga soal banjir itu. Kami memandang ini adalah sebuah permasalahan yang sangat penting dan menjadi prioritas yang harus secepatnya diselesaikan," kata Faiq, di hadapan jajaran dan petinggi Dinas Pusdataru Jateng.
Keseriusan Faiq untuk menangani banjir di wilayah Kecamatan Adiwerna itu, tidak hanya diselesaikan di kantor. Dia juga sudah melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi banjir di sepanjang Sungai Jembangan.
Bahkan, pihaknya juga sempat mengalokasikan anggaran melalui pokok pikiran (Pokir) untuk normalisasi Sungai Jembangan. Pokir disalurkan melalui DPUPR Kabupaten Tegal.
"Tetapi hasil verifikasinya ditolak. Karena itulah saya merespon bahwa ini harus kita konsultasikan kepada jenjang yang lebih tinggi," ujarnya.
Faiq berharap, hasil konsultasi itu mendapat solusi yang kongrit dan komprehensip. Baik jangka menengah maupun jangka pendek.
"Semoga ada solusi," ucapnya.
Kepala Desa Tembok Lor Khamidi yang mengikuti konsultasi itu menyampaikan bahwa permasalahan banjir di Kecamatan Adiwerna sudah berlangsung lebih dari 10 tahun.
Sejauh ini, pihaknya sudah melayangkan surat kepada Bupati Tegal dan Dinas PUPR untuk mencari solusi yang terbaik. Termasuk juga melakukan koordinasi dengan PSDA Pemali-Comal yang ada di Kota Tegal. Namun tak kunjung ada solusi yang konkrit.
Hingga akhirnya, Ketua DPRD Kabupaten Tegal Moch. Faiq menginisiasi dan memberi semangat kepada seluruh kepala desa di Kecamatan Adiwerna untuk terus bergerak dan memperjuangkan permasalahan masyarakat yang selama ini terimbas banjir oleh Sungai Jembangan.
"Semoga pertemuan ini bisa menjadi awal dan
terus berlanjut mencari titik persoalan yang betul-betul bisa diselesaikan secara komprehensip," harapnya.
Dia menuturkan, saluran Jembangan saat ini mengalami sedimentasi yang cukup tinggi. Diperkirakan, ketinggiannya mencapai 5 meter setiap tahun.
Ditambah lagi dengan pertambahan jumlah penduduk di 7 desa yang sangat signifikan. Di kanan kiri sungai sudah banyak rumah penduduk.
"Otomatis kalau hujan langsung banjir. Dan rumah-rumah penduduk terendam," tuturnya.
Khamidi mengaku sudah pernah mengusulkan agar ada sodetan dari Sungai Jembangan ke Sungai Gung yang jaraknya tidak jauh dari lokasi. Sodetan itu dipastikan biayanya tidak tinggi.
"Tapi sayangnya, keberadaan Sungai Gung lebih tinggi," ucapnya.
Kepala Dinas PUPR Kabupaten Tegal Hery Suhartono, mengatakan hal senada. Dia menyebut, di Kecamatan Adiwerna terdapat 21 desa. Dari jumlah itu, 7 desa diantaranya kerap dilanda banjir. Yakni, Desa Pesarean, Lemahduwur, Tembok Banjaran, Tembok Lor, Tembok Kidul, Ujungrusi dan Desa Adiwerna.
Lebar saluran di tiap desa, mulai dari 3 hingga 4 meter. Sedangkan kedangkalannya, berbeda-beda.
Hery menuturkan, sangat memungkinkan jika ada sodetan di Sungai Jembangan. Meski begitu, pengerukan atau normalisasi harus tetap dilakukan.
Secara teknis, lanjut Hery, tidak ada kendala jika Pusdataru hendak menggelontorkan dananya untuk menormalisasi saluran tersebut. Teknologi untuk pengerukan lumpur sangat mudah. Walau lokasinya jauh dari jalan, tapi bisa menggunakan pompa lumpur.
"Artinya tinggal anggaran di sisihkan. Kalaupun persyaratan-persyaratan yang harus kami lengkapi, kami siap. Akan kita siapkan semua persyaratannya," tukasnya.
Sub Koordinasi Seksi Hidrologi dan Sistem Informasi Dinas Pusdataru Provinsi Jateng, Agus Pujianto, menjelaskan untuk kewenangan saluran sekunder Jembangan itu, bukan pada Dinas Pusdataru.
"Karena anggaran BPOP bukan di Dinas Pusdataru," sambungnya.
Sub Koordinator Operasi dan Pemeliharaan PSDA Pemali- Comal, Yudi Iskandar, mengatakan, untuk penanganan saluran sekunder Jembangan, Pemkab Tegal dapat menganggarkan melaui APBD dengan Perjanjian Kerjasama (PKS).
Dalam DPA, pihak Pemkab bisa menyediakan alat beratnya. Sedangkan pemerintah desa, melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
"Untuk jangka pendeknya, mari kita kerjakan bersama-sama," sambungnya.
Kepala Bidang Pengembangan dan Pembinaan
Teknis Dinas Pusdataru Provinsi Jawa Tengah Sukamta, mengatakan, penanganan banjir di wilayah Kecamatan Adiwerna, harus dilakukan pengangkatan sedimen sepanjang 6.142 meter atau 6,14 kilometer dengan dasar surat perjanjian kerjasama (SPKS) yang sudah ada.
Untuk desain dan perhitungan anggaran, dilakukan oleh PSDA Pemali- Comal dan harus selesai pada Juni 2023.
Sementara untuk anggarannya, diusulkan oleh Dinas PUPR Kabupaten Tegal melalui perubahan anggaran tahun 2023 APBD Kabupaten Tegal.
"Kalau soal sodetan, kami akan mempelajari lebih dulu," ucapnya.
Kepala Bappeda Provinsi Jateng Harso Susilo, menjelaskan, sejarahnya saluran sekunder Jembangan bukan sungai atau kali, tapi saluran irigasi untuk mengairi sekitar 6.000 hektar lahan pertanian. Sesuai regulasi, jika irigasi pengairan lebih dari 3.000 hektar, maka merupakan kewenangan pusat.
"Jadi itu mengacu pada Undang-Undang (UU) Irigasi termasuk UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah," kata dia menjelaskan.
Sub Koordinasi Seksi Hidrologi dan Sistem Informasi Dinas Pusdataru Provinsi Jateng, Agus Pujianto, menyarankan, sebaiknya persoalan itu ditangani oleh BBWS. Karena Pusdataru mengalami keterbatasan. Pusdataru tidak bisa berbuat banyak.
Menurut Agus, terkait dengan upaya dari Ketua DPRD Kabupten Tegal yang telah mengalokasikan anggaran Pokir sebesar Rp 600 juta, sebaiknya dikaji ulang kembali.
"Apakah benar PKS itu bisa menjadi payung hukum. Karena antara kepala dinas dengan kepala dinas tetapi yang dikerjakan adalah sarana dan prasarana pusat, ini membutuhkan bantuan dari Bappeda Provinsi Jawa Tengah untuk memfasilitasi hal ini," ujarnya.
Dia menyarankan, alangkah baiknya jika menggunakan APBD Kabupaten dan dimasukkan ke BPBD setempat.
"Lebih baik lagi kalau dikerjakan oleh BPBD Provinsi Jawa Tengah," ucapnya.
Sementara untuk solusi sodetan, dia juga menyarankan agar koordinasi dengan berbagai pihak. Untuk desain harus dibuat oleh BBWS Pemali Comal bukan dari Dinas Pusdataru.
Karena untuk merubah bentuk yang semula pasangan batu kemudian dirubah menjadi
beton atau merubah bentuk bangunan, harus berkonsultasi dengan BBWS Pemali-Comal.
"Itu harus konsultasi dulu," tukasnya.
Ketua DPRD Kabupaten Tegal Moch Faiq memberikan masukan agar Pemkab Tegal membuat kajian saluran untuk pembuangan. Dimana kajian ini menjadi pra untuk membuat usulan kepada pemerintah pusat.
Hal itu bisa dilakukan pada Perubahan APBD 2023. Solusi itu untuk jangka panjang dan menengah.
Sedangkan untuk jangka pendeknya, BPBD dan DLH melakukan normalisasi di Sungai Jembangan.
"Kemudian membuat PKS dengan BBWS Pemali-Comal," imbuhnya. (adv)