Ketum Golkar Dimosi Tidak Percaya
JAKARTA - Kursi Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartarto, kembali digoyang. Sebanyak 141 Pengurus DPP Partai Golkar menyatakan mosi tidak percaya. Airlangga disebut gagal mengelola partai . Selain dianggap tak mampu menjaga suara partai, Menteri Perindustrian itu juga dinilai tak mampu menjaga moral dan etika kepartaian. Wasekjen DPP Partai Golkar, Victus Murin menyatakan setelah kehilangan 1,2 juta suara di Pemilu Legislatif 2019, kantor DPP Partai Golkar di Angrek Neli, Slipi, Jakarta, bukan lagi menjadi sarang intelektual berdialektika. \"Pengurus, kader, dan simpatisan Partai Golkar tak bisa lagi berkantor dan melakukan aktifitas kepartaian. Airlangga menutup rapat-rapat pintu kantor DPP. Penguasaan sepihak ini melawan logika dan praktek konstitusi sekaligus konvensi berorganisasi. Kantor resmi merupakan aset kolektif dari seluruh pengurus, anggota, kader, dan simpatisan. Bukan milik sekelompok orang, apalagi pribadi,\" tegas Victus Murin di Jakarta, Jumat (30/8). Dia membeberkan berbagai catatan pelanggaran Airlangga Hartarto terhadap Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) beserta turunannya berupa Keputusan Dewan Pimpinan Pusat, Peraturan organisasi (PO), Tata Kerja dan petunjuk Pelaksanaan (Juklak). Dia menyebut , AD/ART konstitusi partai. \"Pelanggaran ini sama saja mematikan mesin kepartaian. \"Sejak tahun 2018 hingga kini, tidak ada inisiatif dari Ketua Umum untuk melaksanakan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas). Ini bertentangan dengan Anggaran Dasar Pasal 32 Ayat 4 C yang menyatakan Rapimnas dilaksanakan sekurang-kurangnya dalam waktu setahun oleh DPP,\" timpal salah satu pengurus Pleno DPP Partai Golkar, Sirajuddin Abdul Wahab. Sejak Rapat Pleno terakhir pada 27 Agustus 2018, Airlangga tidak pernah lagi menyelenggarakan rapat pleno. Hal ini bertentangan dengan keputusan DPP No KEP-138/DPP/GOLKAR/VIII/2016 Pasal 70 Ayat (1) a, yang menyatakan Rapat Pleno dilakukan sekurang-kurangnya 1 kali dalam 2 bulan. Selain pelanggaran terhadap AD/ART, terjadi pula pelanggaran terhadap Peraturan Organisasi (PO) tentang Tata Cara Penyusunan Daftar Calon Aggota DPR RI, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. \"Serta tidak adanya Rapat Pleno dengan agenda khusus mengenai pengesahan Daftar Caleg DPR RI. Hal ini bertentangan dengan Juklak No.10/DPP/GOLKAR/VIII/2017,\" papar Sirajuddin. Para pengurus DPP juga menyoroti langkah Airlangga yang tidak mengindahkan ketentuan masa tugas Pelaksana Tugas (Plt) Ketua di sejumlah DPD Partai Golkar. Peraturan Organisasi PO-08 No.08/DPP/GOLKAR/VIII/2010 Pasal 7 Ayat (3) menyatakan Pelaksana Tugas Ketua wajib menyelenggarakan Musyawarah Luar Biasa dalam waktu dua bulan terhitung sejak tanggal penetapan sebagai Pelaksana Tugas. \"Para PLT yang ditunjuk lebih pada bagi-bagi jabatan terhadap orang kepercayaan Ketua Umum. Ini menyingkirkan mereka yang kritis. Contoh, di DPD Partai Golkar Provinsi Sulawesi Barat. Surat Keputusan Plt tanggal 15 November 2016, hingga kini belum ada Musyawarah Luar Biasa untuk memilih Ketua definitif. Begitupun di Jawa Timur dengan Surat Keputusan tanggal 5 Februari 2018, Jambi dengan Surat Keputusan tanggal 31 Mei 2018, Sumatera Utara dengan Surat Keputusan tanggal 14 Juli 2018, DKI Jakarta dengan Surat Keputusan tanggal 31 Agustus 2018, dan Bali dengan Surat Keputusan tanggal 4 Desember 2018,\" ucapnya. Ketua DPP Partai Golkar Fatahillah Ramli menambahkan, langkah Airlangga mendiamkan Plt diduga untuk melanggengkan kekuasaannya. Karena jika Musyawarah Luar Biasa Daerah terlaksana, dan para peserta memilih Ketua yang berseberangan dengan Ketua Umum, karir Airlangga sebagai Ketua Umum bisa dipastikan selesai. \"Partai Golkar adalah partai yang demokratis. Kekuasaan tertinggi diberikan kepada kadernya. Jika kader mulai tingkat daerah tak lagi menghendaki Airlangga Hartarto menjadi Ketua Umum, itu bukan tindakan pemberontakan. Ini ikhtiar membenahi persoalan agar Partai Golkar bisa tetap berkibar,\" bebernya. Munas Digelar Desember 2019 Sementara itu, Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily menyatakan tidak istilah mosi tidak percaya di Partai Golkar. Manuver yang dilakukan pihak yang menyuarakan ketidakpercayaan itu dinilai bertentangan dengan AD/ART. \"Apa yang dilakukan mereka tak lebih dari upaya mendelegitimasi kepemimpinan Airlangga,\" tegas Ace di Jakarta, Jumat (30/8). Dia meminta kader yang bermanuver menggoyang Airlangga menahan diri. Ace menegaskan munas memilih Ketum Golkar pada saatnya bakal terselenggara. \"Sabarlah. Sebentar lagi Munas digelar pada Desember 2019. Saatnya pasti akan diselenggarakan Munas yang demokratis,\" papar Ace. Terkait desakan agar DPP Golkar segera mengadakan rapat pleno, Ace memastikan keinginan tersebut bakal dilaksanakan. Namun, semua pasti ada waktunya, termasuk penyelenggaraan pleno. \"Soal rapat pleno, berulang-ulang kali disampaikan bahwa pasti akan digelar. Ini soal waktu saja. Kita masih menunggu penetapan resmi KPU hasil Pemilu Legislatif 2019. Kami juga sedang menunggu laporan dari Bappilu daerah yang sedang menyampaikan laporan tentang hasil pemilu di daerah masing-masing,\" ucapnya. (yah/fin/rh)
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: