Nadiem, Paradigma Kebudayaan Perlu Diubah

Nadiem, Paradigma Kebudayaan Perlu Diubah

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim menawarkan dua poin besar untuk mengubah paradigma kebudayaan yang ada selama ini di Indonesia. Paradigma pertama kata Nadiem adalah, dengan melakukan restrukurisasi. Ini dilakukan untuk mempercepat eksekusi di program. \"Kita mendorong, menggebrak, menghilangkan sekat-sekat, sehingga aktivitas budaya lintas disiplin bisa terjadi, dengan efisien, lebih lincah,\" kata Nadiem, Kamis (27/2) Perubahan kedua terkait anggaran Kebudayaan yang harus ditingkatkan. Sebab kata Nadiem, anggaran kebudayaan selama ini dinilai tidak akan mampu mencukupi aspirasi kebudayaan. \"Ketiga ingin mengubah paradigma budaya yang tadinya menjaga, atau paradigma defensif di mana harus menjaga saja, tapi tidak dinikmati, tidak ada partisipasi dari masyarakat secara luas,\" terangnya. Berikutnya, kata Nadiem, kebudayaan Indonesia harus tampil di panggung dunia. Untuk itu, diplomasi antarnegara menjadi penting, ia pun berharap tahun ini hal tersebut bisa terwujud. \"Jadi diplomasi budaya akan menjadi prioritas ke depan, kalau tidak 2020, di 2021. Pasti kita segera bergerak maju di panggung dunia, memamerkan kekayaan kita yang luar biasa,\" tuturnya. Paradigma selanjutnya yang harus diubah, lanjut Nadiem, terkait budaya adalah bisa mengekspansi budaya menjadi penggerak roda ekonomi. Melainkan tidak sekadar memikirkan seni dan tariannnya. \"Budaya memberi manfaat langsung luar biasa ke ekonomi lokal. Jadi definisi budaya harus kita ekspansi,\" ujarnya. Untuk itu, Nadiem juga berharap kepada kepala daerah untuk menunjukkan potensi-potensi daerahnya. Terlebih lagi, dapat mengsinergikan antara pengambil kebijakan di tingkat pusat dan daerah. \"Makanya kami undang bukan untuk mendengar pidato, tapi untuk membantu memberikan pitching,\" ucapnya. Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan, Hilmar Farid menambahkan, pemerintah daerah dan para pemangku kepentingan di bidang kebudayaan bisa berkomitmen dan menyepakati bentuk keterlibatan dalam program-program prioritas, yang diusung oleh Direktorat Jenderal Kebudayaan. Seperti misalnya Pekan Kebudayaan Nasional, Karavan Budaya (Jalur Rempah), dan Indonesia Bercerita. \"Perlu juga segera disepakati mekanisme sinergi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam usaha pemajuan kebudayaan ini,\" kata Hilmar. Selain perubahan paradigma, Hilmar juga menyinggung pendekatan lainnya dalam kebudayaan yakni organisasi dan peningkatan anggaran. Sejak diundangkan pada 29 Mei 2017, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan telah menjadi koridor besar bagi program kebudayaan di tingkat pusat dan daerah. \"Undang-undang itu merupakan dasar konsolidasi kerja kebudayaan, sehingga pengelolaan budaya lebih terasa dampaknya bagi masyarakat. Banyak amanat pemajuan kebudayaan yang telah berhasil diwujudkan terhitung sejak saat diundangkan,\" tuturnya. Amanat yang sudah diwujudkan seperti penyusunan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) Kabupaten/Kota dan Provinsi telah berhasil disusun dalam jumlah besar. Hingga hari ini, kata Hilmar, telah tersusun 375 PPKD Kabupaten/Kota dan 34 PPKD Provinsi. Penyusunan Strategi Kebudayaan juga telah berhasil diwujudkan dalam dokumen yang dihasilkan lewat Kongres Kebudayaan Indonesia 2018. Sedangkan penyusunan Rencana Induk Pemajuan Kebudayaan (RIPK) telah berhasil disusun dengan kerjasama 62 Kementerian/Lembaga/BUMN dan siap untuk ditetapkan. \"Dengan berangkat dari PPKD sebagai landasan pemajuan kebudayaan di daerah, akan tercipta berbagai upaya tindak lanjut yang dapat menggulirkan pemajuan kebudayaan secara lebih sistematis dan terintegrasi dengan tingkat nasional,\" pungkasnya. (der/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: