Soal Keputusan Wali Kota Tegal, Ganjar : Tidak Lockdown, Hanya Isolasi Terbatas

Soal Keputusan Wali Kota Tegal, Ganjar : Tidak Lockdown, Hanya Isolasi Terbatas

MAGELANGEKSPRES.COM,TEGAL-Masyarakat Jawa Tengah dan Indonesia digegerkan dengan keputusan Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono yang menetapkan status daerahnya menjadi local lockdown. Keputusan itu diambil usai adanya pasien yang positif corona di daerah tersebut. Sebenarnya bagaimana? YAH, beberapa orang dan pejabat lain banyak yang ingin tahu tentang keputusan Wali Kota Tegal itu. Tak hanya geger, tapi pro kontra pun terjadi. Termasuk mendapat kritik dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tegal. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pun melakukan klarifikasi soal kebijakan tersebut. Gubernur Ganjar saat dikonfirmasi mengatakan bahwa yang terjadi di Kota Tegal tidak seseram seperti yang diberitakan. Dirinya sudah konfirmasi langsung kepada Wakil Wali Kota Tegal M. Jumadi terkait keputusan yang diambil. ”Saya sudah klarifikasi, sudah ada penjelasan soal itu. Intinya itu bukan lockdown, hanya isolasi terbatas agar masyarakat tidak bergerak bebas. Sampai tingkat itu saja,” tegas Ganjar ditemui usai mengecek rapid test di gudang Dinkes Jateng, Jumat (27/3). Ganjar menerangkan, awalnya kebijakan itu diambil karena ada pasien positif corona di Tegal. Wali Kota beserta jajarannya merespon dengan baik, yang intinya membatasi gerak masyarakat dan mengurangi kerumunan. ”Maka saat itu dilakukanlah apa yang dikatakan local lockdown. Dimana itu, kata mereka di alun-alun karena di sana banyak masyarakat berkerumun,” terangnya. Karena masyarakat masih tetap banyak yang berkerumun, Pemkot Tegal menaikkan lagi statusnya dengan menutup sejumlah obyek wisata dan tempat hiburan. Namun tetap saja, masyarakat masih banyak berkeliaran di jalanan. ”Lalu diambil kebijakan menutup jalur yang masuk ke kota atau kampung dengan barier yang ada. Sebenarnya itu, jadi judulnya sebenarnya lebih tepat isolasi kampung,” tegas Ganjar. Sebab, lanjut dia, saat ditanya apakah masyarakat masih boleh keluar rumah, Pemkot Tegal mengatakan masih memperbolehkan. Dengan demikian, dipastikan bahwa kebijakan itu bukanlah lockdown. ”Itu tidak lockdown, kalau iya maka masyarakat tidak boleh keluar rumah. Lha ini masih boleh kok,” imbuhnya. Ganjar meminta seluruh Bupati/Wali Kota atau siapapun untuk hati-hati dalam menyikapi persoalan corona ini. Ganjar meminta agar para pemimpin daerah tidak menggunakan kata-kata lockdown yang membuat masyarakat resah. ”Kalau pakai kata-kata lockdown, wartawan pasti suka dengan istilah ini. Jadi tambah rame kan,” pintanya. Ganjar justru mendukung upaya isolasi kampung yang dilakukan Pemkot Tegal. Kalau itu berhasil, Ganjar akan mendukung penuh dan menerapkannya ke daerah lain. ”Minimal mereka melakukan isolasi pada level terkecil yakni RT. Silahkan diatur, masyarakat hanya boleh bergerak di level RT saja. Kalau itu bisa, saya justru akan mendukung penuh. Jadi beritanya tidak seserem yang muncul di media, bahwa besok Tegal akan tertutup rapat. Tidak seperti itu,” pungkasnya. Diberitakan sebelumnya, Wali Kota Tegal Dedy Yon Supriyono menyatakan bahwa daerahnya akan mengambil kebijakan local lockdown. Kebijakan itu diambil dengan menutup sejumlah akses masuk ke Kota Tegal setelah ada pasien yang dinyatakan positif corona. WALKOT HARUS KLARIFIKASI Kebijakan menutup akses di sejumlah titik atau yang diistilahkan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Tegal sebagai local lockdown mendapat kritik dari DPRD Kota Tegal. Ketua DPRD Kota Tegal meminta wali kota untuk dapat mengklarifikasi apa yang dimaksud local lockdown kepada masyarakat. ”Kota Tegal tidak sepenuhnya menerapkan local lockdown, yang benar adalah lokalisir wilayah untuk membatasi akses keluar masuk orang ke Kota Tegal. Akitivitas masih tetap berjalan sesuai ketentuan Pemerintah Pusat. Itu yang harus diklarifikasi oleh wali kota kepada publik biar tidak salah persepsi,” kata Ketua DPRD Kusnendro, Jumat (27/3).\\\\ Kusnendro menerangkan, kebijakan local lockdown hingga empat bulan belum dikoordinasikan dengan Gubernur Jawa Tengah maupun Mendagri. Selain itu, melebihi ketentuan Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Nasional terkait Status Darurat Nasional yang hanya sampai 29 Mei 2020. Pemerintah Pusat juga tidak memperbolehkan daerah-daerah memberlakukan lockdown. ”Yang harus dilakukan adalah physical distancing dan rapid test. Keputusan local lockdown adalah keputusan sepihak tanpa mempertimbangkan dampak sosial yang terjadi di masyarakat,” tegas Kusnendro. Untuk pencegahan dan penanganan Covid-19, DPRD menekankan agar mengalihkan anggaran-anggaran yang tidak terlaksana selama vakum kegiatan di Pemkot maupun DPRD. Hal tersebut apabila Anggaran Tak Terduga senilai Rp2 miliar yang terdapat dalam APBD maupun alternatif lain seperti dari DAK Pusat maupun Bankeu Provinsi terasa kurang. ”Misalnya, dari anggaran perjalanan dinas, rapat-rapat, makan dan minum, baik Pemkot maupun DPRD,” kata Kusnendro. Tidak cukup pencegahan dan penanggulangan, Pemkot juga didorong memikirkan nasib warga yang terdampak dari kebijakan yang diterapkan, terutama pekerja harian dan pedagang kaki lima. Berapa besaran kompensasinya, DPRD mempersilakan dirumuskan oleh Tim Gugus Tugas Pencegahan Covid-19 Kota Tegal yang diketuai Sekda Johardi. ”DPRD sepakat, mendesak Pemkot memberi bantuan untuk warga yang terdampak. Jangan cuma pencegahan dan penanggulangan, tapi juga dampak sosialnya harus dipikirkan. Besarannya berapa, silakan dirumuskan dan diharapkan secepatnya,” ungkapnya. Tak hanya DPRD, pengamat tata Kota Andullah Sungkar juga menanggapi keputusan Wali Kota Tegal soal Local Lockdown. Menurut dia, hal itu harus dikonsultasikan dengan Pemprov Jateng dàn Pemerintah Pusat. Sebab, aturan itu juga harus melihat undang-undang. Menurut Abdullah Sungkar, kebijakan local lockdown, Pemkot harus melihat dahulu lima elemen kota. Di antaranya Path yang berarti jaringan jalan; Nodes yaitu simpul-simpul pusat kota, Edge atau batas wilayah tertentu, Districht yaitu wilayah ruang kota dengan fungsi tertentu,seperti stasiun dan bisnis, dan terakhir Landmark atau monumen-monumen kota dan sejenisnya yang biasa menjadi tempat berkumpul masyarakat kota. Kelima elemen kota itu harus diperhatikan sesuai perundang-undangan yang berlaku. Apalagi ketika nanti akan menerapkan Full Lockdown yang dibuat tidak tertembus. Menurut dia, hal itu juga harus dikaitkan dengan sumber daya yang harus tersedia. Termasuk juga dengan persediaan logistik. ”Karena ketika nanti Full Lockdown, Pemkot harus dapat persetujuan dari Pemprov Jawa Tengah atau Pemerintah Pusat,” ungkap Abdullah Sungkar Jumat (27/3). Abdullah Sungkar melanjutkan, setelah kelima elemen kota itu dilihat, Pemkot juga perlu memperhatikan ketahanan infrastruktur, kesehatan dan SDM serta medical supply-nya. Kemudian ketahanan pangan, ketahanan ekonomi lokal, ketahanan sosial, dan ketahanan keuangan daerah dalam bentuk alokasi dan kemampuan pembiayaan financial yang mungkin dibutuhkan dalam kebijakan Penanggulangan Covid-19 di Kota Tegal. ”Kalau melihat situasi sekarang, local lockdown belum efektif. Sebab, beberapa tempat yang ditutup tetap masih dibuka. Tetapi apapun kebijakan wali kota harus kita hormati bersama,” pungkasnya. Sementara itu, Kapolres Tegal Kota AKBP Siti Rondhijah menanggapi rencana kebijakan Wali Kota Tegal yang akan diterapkan 30 Maret mendatang. Dia mengatakan, pihaknya sudah meminta waktu agar Forkopimda Kota Tegal kembali duduk bersama. Tujuannya membahas kesiapan kebijakan Pemkot terkait penutupan akses masuk Kota Bahari. Termasuk, melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap orang yang berkepentingan masuk Kota Tegal. ”Karena itu, Forkopimda harus memastikan bahwa Pemkot Tegal sudah siap belum terkait kesiapan pelaksanaan di lapangan. Jangan sampai pada hari H, belum siap petugas dan sarprasnya,” jelasnya. (nam/mei/syf)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: