Keluarga Santri Korban Kekerasan Yang Terjadi di Temanggung Tuntut Keadilan

Keluarga Santri Korban Kekerasan Yang Terjadi di Temanggung Tuntut Keadilan

TUNJUKAN. Salah satu keluarga korban menunjukan bukti berupa cetakan percakapan WA.-Setyo wuwuh/temanggung ekspres-MAGELANG EKSPRES

TEMANGGUNG, MAGELANGEKSPRES - Kasus penganiayaan terhadap santri di salah satu Pondok pesantren (ponpes) di Kecamatan Pringsurat berbuntut panjang, keluarga korban menuntut kasus yang mengakibatkan meninggalnya seorang santri ini harus diusut tuntas.

Sebagaimana diketahui kasus penganiayaan santri yang dilakukan oleh temannya hingga mengakibatkan korban meninggal dunia ini diketahui melibatkan 8 santri, mereka telah diperiksa oleh kepolisian resor temanggung untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Keluarga korban MNF (15) meminta kepada kepolisian agar kasus ini diusut tuntas dan diberikan keadilan atas tuduhan yang diberikan kepada korban.

BACA JUGA:Diduga Lakukan Pengeroyokan hingga Meninggal, Sejumlah Santri di Temanggung Berurusan dengan Polisi

"Saya semua keluarga tidak bisa memberikan apa-apa kepada anak saya, saya hanya bisa butuh, doa, pertanggung jawaban dan keadilan yang seadil-adilnya cuma itu saja supaya anak saya itu tenang disana. Saya minta kepada pelaku untuk diadili yang seadil-adilnya sesuai hukum yang berlaku, karena mereka adalah masih anak-anak. Selain itu saya juga meminta pertanggung jawaban dari pihak Ponpes karena lalai dengan kejadian seperti ini tidak ada yang melerai sama pihak pengasuh atau pengurus pondok," kata Ibu korban Sutarmi saat di temui di Temanggung, kemarin.

Sutarmi menambahkan. Sebelum peristiwa terjadi, korban sempat mengirimkan surat melalui pesan whatsapp untuk memberikan kabar terkait kondisi yang dialami saat di ponpes, seperti adanya bully dan sejumlah barang-barang milik korban yang hilang serta keinginan korban ingin pindah karena tidak betah.

"Kan kebutuhan sabun, parfum, sikat gigi itu semuanya sering hilang. Kalau minta sabun cuci atau sabun mandi dia mintanya banyak, misalkan 1 kilo kita sebagai orang tua untuk satu bulan cukup ya jadi yang dibutuhkan disitu sering hilang terlebih sepatu atau sandal hingga 6 kali. jadi dengan tuduhan mencuri itu tidak benar," Tambahnya.

BACA JUGA:Mengawali Muharram, Ratusan Santri Ponpes di Temanggung Turun ke Sungai Bersihkan Sampah

Menurut keluarga MNF merupakan sosok anak yang baik serta pendiam, kecurigaan keluarga muncul saat putranya tersebut sering meminta kiriman uang dengan alasan mempunyai hutang.

"Kejanggalan itu ada, saya rasakan mulainya bulan Muharram kemarin kan tidak ada sambangan dengan alasan kasihan dengan anak baru (kalau anak baru sebelum 40 hari tidak boleh disambangi). Ketika keluarga datang semua perlengkapan sampai uang saku saya titipkan ke pengurus ponpes itu jumlahnya Rp350.000 itu untuk 2 minggu an. Disitu 5 hari anaknya sudah meminta transferan uang dengan alasan mempunyai hutang. Karena curiga pihak keluarga tidak mengirim uang tersebut lantaran dinilai sudah cukup karena setiap datang mesti diberikan kelengkapan sehari hari dan makanan yang banyak," terangnya.

Seperti diketahui sebelumnya, Peristiwa penganiayaan atau pengeroyokan ini terjadi di sebuah Pondok pesantren Sirojurrokhim di Temanggung, Jawa tengah pada 10 September lalu.

Dalam kasus ini seorang santri MNF (15) warga Bergas Semarang meninggal dunia akibat pendarahan benda tumpul di bagian kepala.

BACA JUGA:Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Temanggung: Pernikahan Dini Picu Kasus Stunting

Polisi telah memeriksa 8 pelaku yang semuanya masih dibawah umur. Para pelaku disangkakan dengan pasal 76C Jo Pasal 80 ayat (3) Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dan atau Pasal 170 KUHPidana.(Set)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: magelang ekspres