Ini Penjelasan Ilmiahnya Gunung Tidar yang Disebut-sebut Pakunya Tanah Jawa

Ini Penjelasan Ilmiahnya Gunung Tidar yang Disebut-sebut Pakunya Tanah Jawa

Sejarah Gunung Tidar sebagai Pakunya Tanah Jawa -@gunung_tidar-Instagram

MAGELANGEKSPRES -- Inilah sejarah Gunung Tidar sebagai Pakunya Tanah Jawa yang kini sedang dalam masa kunjungan Presiden Prabowo Subianto bersama jajaran Menteri Kabinet Merah Putih.

Saat ini wisata bersejarah tersebut tengah diberlakukan penutupan sementara sejak tanggal 22-27 Oktober 2024 mendatang.

Hal ini didasari atas penjagaan keamanan selama masa kunjungan berlangsung yakni di tanggal 25-27 Oktober 2024 atau selama 3 hari 2 malam.

Pemilihan Gunung Tidar sendiri sebetulnya didasarkan dengan lokasi pembekalan Menteri maupun Wakil Menteri Kabinet Merah Putih yang nantinya juga dilaksanakan di Akademi Militer (Akmil) Magelang.

Oleh karenanya berikut hal apa saja yang membuat gunung di tengah kota ini cukup fenomenal hingga dikunjungi oleh presiden bersama jajarannya.

BACA JUGA:Gunung Tidar Ditutup Agenda Kunjungan Presiden Intip Tiket Masuk, Jam Operasional, hingga Fasilitasnya

Sejarah Gunung Tidar Sebagai Pakunya Pulau Jawa

Dilansir dari laman untidar.ac.id gunung berketinggian 503 Mdpl ini terbentuk akibat satu fase letusan di masa pra sejarah.

Disebutkan di dalamnya bahwa Gunung Tidar membentuk sebuah cetakan di tengah pulau Jawa yang dikelilingi oleh deretan gunung yang membentuk cincin.

Diantara gunung tersebut adalah Gunung Telomoyo, Gunung Andong, Gunung Merbabu, Gunung Merapi, Gunung Sumbing, Gunung Sindoro, Gunung Prau, dan Gunung Ungaran.

Sedangkan laman Pariwisata Jawa Tengah mengungkapkan lokasi tepat dari Gunung Tidar sendiri yang berada di tengah, timur-barat, dan utara-selatan Pulau Jawa sehingga dikatakan demikian.

BACA JUGA:Jelang Kedatangan Kabinet Prabowo ke Lembah Tidar Magelang, Kebun Raya Gunung Tidar Ditutup Total

Inilah juga yang menjadikan alasan tersendiri mengapa wisata bersejarah ini dikatakan sebagai Pakunya Pulau Jawa.

Namun untidar.ac.id menambahkan sebutan tersebut bermula dari Babad Tanah Jawi tahun 1722.

Bahkan istilah ini juga telah dikenalkan sejak era kolonial sebagai “Pakuning Tanah Jowo” atau “De Spijker van Java” (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: