Dalil Larangan Mengucapkan Selamat Natal dalam Al Qur’an dan Hadis

Dalil Larangan Mengucapkan Selamat Natal dalam Al Qur’an dan Hadis

Dalil Larangan Mengucapkan Selamat Natal dalam Al Qur’an dan Hadis--

“…hari raya kita adalah hari ini (yaitu hari idul adha)” dan hari raya idul fitri sebagaimana dijelaskan dalam hadis-hadis lain. Hal ini menunjukkan bahwa  bahwa Islam adalah agama berdikari yang tidak perlu mencomot ajaran agama lain untuk diberlakukan atas penganutnya. Oleh karena itu, sebagai seorang muslim sudah seharusnya menunjukkan sikap bangga dan percaya diri terhadap hari raya agamanya, tidak perlu ikut serta dengan perayaan hari raya orang lain.

Dalil Ketujuh

Hadis Ummu Salamah radhiyallahu’anha, dia menceritakan, “Nabi shallallahu’alaihiwasallam lebih sering puasa di hari sabtu dan ahad dari pada hari-hari yang lain. Beliau beralasan,

إنهما يوما عيد للمشركين فأنا أحب أن أخالفهم

“Dua hari ini adalah hari rayanya orang-orang musyrikin. Saya senang menyelisihi mereka” (HR. Ahmad dan Nasa’i).

Ada dua faidah yang bisa kita petik dari hadis ini :

Pertama: Nabi shallallahu’alaihiwasallam menyukai perbuatan yang menyelisihi orang-orang yahudi dan nasrani, terlebih pada hal-hal yang berkaitan dengan syiar mereka dan hari raya adalah syiar terbesar yang ada dalam agama mereka.

Bila ada seorang muslim yang  sampai ikut serta dalam syiar terbesar mereka, itu menunjukkan bahwa ia telah menyelisi perinsip-prinsip kenabian.

Bila ada yang berdalih dengan toleransi, maka kita katakan, “Toleransi itu ada batasannya. Bukan menyangkut hal-hal prinsip seperti ini. Bila menyangkut hal yang prinsip, maka sikap seorang muslim adalah lakum diinukum waliya diin; bagi kalian agama kalian dan bagiku agamaku.” Bagaimana tidak dikatakan prinsip sementara dalam perayaan natal tersebut orang-orang nasrani sedang merayakan hari kelahiran anak tuhan (menurut presepsi mereka).

Pada saat itulah mereka menyembah tuhan-tuhan mereka secara besar-besaran. Berangkat dari sini, tidak dibenarkan bagi seorang muslim untuk memberi ucapan selamat atas hari raya mereka.

Kedua: Dalam sabdanya, Nabi menyebut orang-orang yahudi dan nasrani sebagai  “musyrikin”. Ini dalil bahwa boleh bagi kita untuk menyebut mereka sebagai musyrikin. Sebagaimana juga diterangkan dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 72 dan surat At-Taubah ayat 31.

Dalil Kedelapan

Atsar dari Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu yang diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi,

لا تدخلوا على المشركين في كنائسهم يوم عيدهم فإن السخطة تنزل عليهم

“Janganlah kalian masuk ke gereja-gereja kaum musyrikin di saat hari raya mereka karena kemurkaan Allah sedang turun atas mereka” (Sunan Al-Baihaqi 9/234).

Amat disayangkan bila kemudian ada sebagian aktivis dakwah yang membolehkan ucapan selamat natal. Seakan lebih paham tentang toleransi daripada sahabat Umar bin Khatab radhiyallahu’anhu yang mendapat julukan al-faruq (pembeda antara yang  kebenaran dan kebatilan) dari Nabi shallallahu’alaihiwasallam.

Dalil Kesembilan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: