Korupsi Masih Merajalela, Omnibus Law Bakal Sia-sia

Korupsi Masih Merajalela, Omnibus Law Bakal Sia-sia

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA - Sebagus apapun kebijakan pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menggeliatkan perekonomian Indonesia, misal lewat Omnibus Law, namun masih masif terjadi korupsi di segala lini, maka beleid tersebut tak akan berefek menumbuhan ekonomi nasional. Saat ini, pemerintah tengah gencar menyusun RUU sapu jagat Omnibus Law baik yang mengatu perihal Ketenagakerjaan maupun Perpajakan. Peneliti Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Bhima Yudhistira menilai agar investasi di Indonesia tumbuh pemerintah harus lebih keras lagi memberantas korupsi. Karena faktor insentif pajak tidak berpengaruh besar dalam menarik minat investor. \"Jika dilihat dari data faktor penghambat investasi, faktor tax rates (pajak) berada dalam peringkat ke 8, sedangkan ketenagakerjaan berada dalam peringkat 7,\" ujar Bhima kepada Fajar Indonesia Network (FIN), kemarin (21/1). Bhima menjelaskan, berdasarkan data The Most Problematic Factors for Doing Business (World Economic Forum Global Competitiveness Report 2016-2017), ada 5 faktor teratas penghambat investasi di Indonesia. Faktor itu adalah korupsi, birokrasi pemerintah yang berbelit, ketidaksiapan infrastruktur, akses finansial dan inflasi. \"Jadi pemerintah harus fokus bersihkan korupsi di Indonesia. Sebab faktor utama dalam meningkatkan ease of doing business di Indonesia,\" kata dia. Di sisi lain, Bhima meminta pemerintah juga harus memperhatikan pihak terkait dalam pembahasan Omnibus Law, terutama yang terkena dampak, seperti buruh. \"Diskusi itu penting sekali, agar buruh merasa diajak dan diikutsertakan dalam menyusun regulasi tersebut. Jadi ke depan, tidak ada desakan untuk revisi lagi,\" ucap dia. Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Hadiyanto menyebutkan, persepsi korupsi Indonesia masuk zona merah atau peringkat 89 di dunia. \"Untuk corruption perception indeks, kita juga masih diberikan 89 masih zona warna merah-merah orange. Masih di bawah Malaysia, Brunei dan Singapura,\" ujar Hadiyanto. Atas kondisi demikian, merupakan tantangan bagi perekonomian Indonesia. Oleh karena itu, dia meminta semua pihak untuk ikut memerangi korupsi dengan membangun tata kelola yang baik. \"Jadi ini juga merupakan suatu tantangan buat kita semua, buat pemerintah, khususnya bagaimana membangun environment ekonomi dengan membangun tata kelola yang meningkat dari waktu ke waktu,\" tutur dia. Menurut dia, pemerintah dikatakan berhasil memerangi korupsi bisa dilihat dari kepuasan masyarakat bawah terhadap layanan pemerintah. Misalkan, ketika tidak ada uang tambahan dalam segala pengurusan suatu dokumen. \"Jadi, ini kombinasi besar dari pencegahan tindak pidana korupsi itu lebih di hulu. Kalau di hulunya orang ditanya, \\\'apakah ada biaya tambahan untuk mengurus kegiatan izin tertentu?\\\' jawabnya tidak ada. Nah, itu sudah menimbulkan persepsi yang baik,\" pungkasnya.(din/fin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: