Wacana Upah Buruh Per Jam Menguat , Ownibus Law Ketenagakerjaan Mulai Dibahas Januari 2020

Wacana Upah Buruh Per Jam Menguat , Ownibus Law Ketenagakerjaan Mulai Dibahas Januari 2020

MAGELANGEKSPRES.COM,JAKARTA – Tak ada yang tidak mungkin bagi pemerintah dalam memberlakukan sebuah regulasi. Dengan catatan, aturan main berlaku adil. Ini menyoroti gagasan yang dileparkan Presiden Joko Widodo, terkait rencana pemberlakukan upah per jam. Gagasan yang dilontarkan Presiden, sontak mendapat tanggapan beragam dari pengusaha. Ketua umum DPD Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia DKI Jakarta (HIPPI) Sarman Simanjorang berpendapat, sisitem kerja lebih dihitung dari produktivitas dan hasil. ”Artinya jika di hitung per jam, ada sisi keadilan bagi pekerja, terutama pengusaha. Ini jalan tengah yang baik,” terangnya, kemarin (26/12). Ditambahkannya, skenario pengupahan per jam akan menguntungkan pekerja yang benar-benar memiliki potensi lebih dalam mencapai target dan sasaran. ”Jadi ukurannya jelas. Akan ada kompetensi dalam sisi kerja. Ini baik,\" yerang Sarman yang juga menjadi dewan pengupahan DKI Jakarta itu. Pihaknya berharap, skema ini dimatangkan dan dibicarakan secara mendalam oleh stakeholder terkait. Sehingga nantinya tidak menimbulkan gejolak dan polemik yang berkepanjangan dalam pengupahan. ”Ajak semua komponen diskusi, ramu regulasi secara matang. Harapannya menguntungkan semua sisi,” ungkapnya. Terpisah, Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam berpendapat, kondisi saat ini bukan sistem pengupahan yang menjadi masalah. Namun perlu relaksasi dalam regulasi untuk menciptakan lapangan kerja. ”Problemnya kesempatan lapangan kerja,\" terang Bob Azam. Potensi regulasi, lewat wacana upah per jam, bisa saja dilakukan. ”Per jam, per bulan, per hari, bisa diterapkan. Yang sekarang fokus diperhatikan, adalah lapangan kerja. Harus dibuka seluas-luasnya. Ingat ada 2,5 juta angkatan kerja yang masuk pasar kerja tiap tahunnya,” paparnya. Ya, pemerintah saat ini tengah mengkaji sejumlah aturan terkait ketenagakerjaan seperti fleksibilitas jam kerja hingga proses rekrutmen maupun PHK. Hal itu akan diatur dalam RUU Omnibus Law. Soal upah, selalu jadi perdebatan setiap tahunnya di Indonesia, terutama dalam kaitannya dengan penetapan upah minimum di sejumlah daerah antara tiga pemangku kepentingan yakni pekerja, pengusaha, dan pemerintah. Terbaru soal upah minimum, diatur dalam Peraturan Pemerintah No 78/2015 tentang Pengupahan. Dimana formula kenaikan upah didasarkan pada inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi. Untuk mengatasi perdebatan yang terjadi setiap tahun itu, pemerintah tengah menggodok alternatif sistem pengupahan berdasarkan prinsip fleksibilitas yang akan dimasukan dalam beleid omnibus law. Pembahasan omnibus law atau revisi undang-undang terkait perpajakan dan ketenagakerjaan masih berlangsung. Target penyerahan omnibus law ke DPR yang tadinya bakal dilakukan pada akhir tahun ini pun molor jadi paling lambat awal tahun depan. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan, salah satu hal yang membuat alotnya pembahasan omnibus law yakni karena sulitnya mempertemukan kepentingan pengusaha dan buruh atau tenaga kerja. \"Ya begini, soal itu (pengaturan upah, red) memang tidak gampang, butuh waktu, pasti mempertemukan antara kepentingan pengusaha dan tenaga kerja itu bukan hal yang gampang,\" beber Ida. Salah satu yang tengah dikaji yakni sistem upah berdasarkan jam. Saat ini dengan skema gaji tetap, pekerja yang masuk dengan jumlah hari yang berbeda tetap mendapatkan gaji yang sama. Sementara dengan upah per jam, upah yang diterima diterima pekerja sesuai dengan jam kerja. Skema pengupahan per jam sebenarnya sudah lumrah dilakukan di negara-negara maju. Ida menjelaskan, saat ini kementeriannya masih dalam proses inventarisasi dan mendengarkan masukan dari buruh dan dunia usaha misalnya terkait upah minimum dan pesangon. Selain itu juga dalam hal prinsip easy hiring dan easy firing yang sebelumnya sempat disebut oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. \"Kami masih dalam proses menginventarisir dan mendengar,\" ujar Ida seraya menyebut adapun target penyelesaian draf omnibus law ketenagakerjaan dipastikan pada Januari 2020. Menangapi hal ini Menko Airlangga menjelaskan, di dalam omnibus law ketenagakerjaan pemerintah bakal merevisi beberapa aturan mengenai gaji dan pesangon, prinsip easy hiring dan easy firing, hingga kemudahan untuk merekrut tenaga kerja asing. Selain itu, di dalam omnibus law juga bakal memperlonggar aturan mengenai fleksibilitas jam kerja. \"Ini masih dibahas Kemenaker, belum final. Termasuk dengan upah, tapi pembahasan belum final,\" ujar dia. Ditambahkannya, Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja baru akan diajukan kepada DPR pada Januari 2020 mendatang. Kemudahan tenaga asing Airlangga menuturkan, RUU itu masih dibahas bersama Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah dan beberapa isu lainnya soal gaji, isi hiring, isi firing, dan beberapa isu di UU Ketenagakerjaan. Nantinya bila disahkan, tenaga kerja asing atau ekspatriat bisa masuk dan bekerja tanpa birokrasi yang berbelit-belit dan panjang. \"Tentunya beberapa hal yang sudah dibahas isi hiring dan isi firing terkait dengan tenaga kerja asing terutama mengenai perizinin agar tenaga kerja ekspatriat itu bisa masuk tanpa birokrasi yang panjang,\" kata Airlangga. Selain itu, pihaknya masih membahas sejumlah aturan meliputi definisi jam kerja, pembedaan fasilitas antara UMKM yang basisnya adalah kesepakatan kerja dengan hak-hak yang dijamin. \"Kemudian terakhir yang dibahas adalah jenis-jenis pengupahannya dimungkinkan berbasis perhitungan jam kerja atau perhitungan harian. Itu yang kami bahas,\" ucap dia. Sebagai informasi, Omnibus Law bertujuan untuk meningkatkan daya saing dan mendorong investasi. Selama ini, hambatan utama dalam peningkatan investasi dan daya saing adalah terlalu banyaknya regulasi, baik di tingkat pusat maupun daerah. Melalui RUU tersebut, pemerintah akan merevisi 82 UU yang terdiri dari 1.194 pasal. RUU omnibus law akan terbagi dalam 11 klaster, yakni penyederhanaan perizinan, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, kemudahan berusaha, serta kemudahan, pemberdayaan, dan perlindungan UMKM. Selanjutnya klaster dukungan riset dan inovasi, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, investasi dan proyek pemerintah, serta kawasan ekonomi. (dim/khf/fin/ful)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: