Nilai Jual Menjanjikan, Petani di Wonosobo Fokus Produksi Kopi Arabika

Nilai Jual Menjanjikan, Petani di Wonosobo Fokus Produksi Kopi Arabika

KOPI. Proses perawatan Kopi Bowongso pasca panen.-IG Desa Bowongso-Magelang Ekspres

WONOSOBO, MAGELANGEKSPRES - Kopi Bowongso akhir-akhir ini mengalami kenaikan harga di pasaran. Kopi Arabika yang ditekuni masyarakat di Desa Bowongso Kalikajar, Kabupaten Wonosobo, seiring waktu terus memanen pundi-pundi.

Sebagai informasi sebelumnya, salah satu kopi khas Wonosobo yang diproduksi pertama kali pada tahun 2010 itu sudah menjadi komoditi yang siap bersaing di pasaran lokal, nasional, hingga internasional.

Semulanya, penanamam kopi bertujuan untuk konservasi lahan pertanian yang awalnya hanya untuk ditanami tembakau dan sayuran.

BACA JUGA:Perang Sarung Berisikan Batu, 8 Remaja di Wonosobo Digiring ke Polres

Selain itu, limbah dari pengolahan pasca panen kopi juga dimanfaatkan sebagai suplemen untuk pakan sapi.

Pengurus Kelompok Tani (Poktan) Bina Sejahtera, Desa Bowongso, Yusuf mengatakan, sistem tanam kopi di tempatnya masih menggunakan pola lorong, atau berdampingan dengan tanaman musiman.

"Jumlah produksi kita belum terlalu besar karena masih sistem lorong dan belum monokultur. Kan awalnya kita tanam kopi belum mengarah ke profit, tapi dulu untuk konservasi. Makanya lebih dikenal dengan kopi konservasi," kata Yusuf, Senin (18/3).

Ia menyampaikan, Desa Bowongso lebih banyak memproduksi kopi-kopi berkualitas berjenis arabika.

Kualitas panen selain karena pola tanam dan perawatan yang baik, juga karena letak geografisnya berada di lereng Gunung Sumbing, mencapai 1000 meter dari permukaan laut (mdpl).

BACA JUGA:Petani Wonogiri Lihat Pengembangan Kopi Wonosobo

Menurut Yusuf, pekerjaan sebagai petani cukup mendominasi di Desa Bowongso, lebih tepatnya banyak penekun penanaman tembakau dan tidak ada tumbuhan dalam varietas pepohonan.

"Kami menyadari kalau itu dibiarkan terus, tingkat erosi sangat tinggi karena yang dibawa oleh air setiap tahunnya luar biasa banyak. Kita perlu menyelamatkan lingkungan kita. Karena lahan yang kita garap ini adalah titipan yang akan diwariskan ke anak-cucu," tutur Yusuf.

Keadaan demikianlah yang melahirkan inovasi untuk memulai pembibitan kopi. Awalnya, yang menanam kopi sebatas sekelompok orang, kemudian bertahap peminatnya bertambah karena sudah tahu bahwa kopi memiliki nilai ekonomis menjanjikan.

"Sebelumnya kita belum banyak mengenal kopi. Tapi kemudian mulai ditanam, karena awalnya tujuannya untuk konservasi. Namun sistemnya belum monokultur sehingga jumlah produksi belum bisa banyak," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: magelang ekspres